Jumat, 09 Desember 2011

gambar beton



PONDASI SETEMPAT
- Pondasi setempat direncanakan untuk penghematan bahan dan penghematan jumlah galian, pondasi setempat dipasang dibawah kolom - kolom utama pendukung bangunan.

- Kedalaman; 1,50 M - 4,00 M untuk menahan kolom - kolom portal pendukung utama bangunan, sedang dibawah beton sloof ada pondasi batu kali kedalaman 0,60 M - 0,80 M.

- Ada 2 (dua) cara:

a. Plat beton bertulang

b. Pilar (umpang) pasangan batu kali.

  1. Pondasi Telapak;

image001

  1. Pondasi Setempat;

image002

Pondasi Umpang Pondasi Sumuran Persegi Pondasi Sumuran Bulat

  1. Pondasi Gabungan;

Pondasi plat yang mendukung kolom lebih dari satu.

image003

  1. Pondasi Plat;

Pondasi dengan plat tebal dan perkuatan balok - balok beton kedap air dapat dimanfaatkan sebagai ruang basement dibawah tanah pondasi plat dirangkai menjadi satu dengan dinding beton kedap air sebagai turap penahan tanah disekeliling ruang basement.

Proses kegiatan pembuatan pondasi plat ini mengingat kedalaman tanah cukup dalam ada beberapa teknis pelaksanaan yang harus diperhatikan antara lain;

- Sistem dwatering artinya proses pengeringan air tanah dengan alat bantu kompresor.

- Siklus atau mekanisme pengerukan dan pemindahan tanah dengan dump truck.

- Pengecoran dinding sebagai turap harus mendapatperhatian yang cermat.

Jenis pondasi lainnya yaitu;

  1. Turap atau konstruksi penahan tanah.

image004

  1. Talud, merupakan konstruksi perkuatan tepi atau dinding sungai untuk menjaga longsor yang mungkin terjadi.

image005

Pondasi Dalam;

- Pondasi dalam direncanakan untuk pekerjaan bangunan bertingkat baik bangunan bertingkat rendah atau bangunan bertingkat tinggi.

- Sebelum derencanakan jenis pondasi yang akan digunakan, sebelum dilakukan diawali penyelidikan lahan, atau lokasi dimana nanti akan dibangun, penyelidikan tanah atau siol investigation untuk mendapatkan data susunan tanah atau disebut data sondir, kedalaman pondasi umumnya diatas 6 M dari muka tanah (MT).

  1. Pondasi Tiang Pancang;

- Konstruksinya dapat dari balok kayu, baja atau beton bertulang, setiaptiang ditanam dengan mesin pancang.

- Tiang - tiang setelah dipancang dan diyakini sudah mencapai kepada kedalaman tanah yang keras dan ditest pembebanannya atau disebut loading test.

- Langkah selanjutnya dapat dipotong tiang - tiang pancang yang muncul atau ketinggiannya harus dipotong dan disesuaikan dengan ketinggian peil lantai kurang lebih 0,00 yang diperlukan, disini harus disiapkan stek untuk masuk kepada poer (pile cap) yang akan dipasangkan.

- Posisi poer sebagai titik - titik pancang disiapkan untuk duduknya kolom - kolom struktur dan antar poer ke poer tetapdipasang beton sloof sebagai penguat dan pengikat antar poer ke poer, bentuk poer ada yang segitiga, bulat, segi delapan, dll, dengan ketebalan antara 30- 40 cm.

Gambar tiang Pancang;

image006

image007

Poer segi delapan 

  1. Pondasi Sumur Bor (Bored Pile)

- Pondasi susmur bor merupakan jenis pondasi dalam, peruntukan untuk bangunan bertingkat rendah.

- Kegiatannya dengan member tanah lebih dahulu sampai kedalaman rencana, setelah itu diberi cor beton, sepertiga tinggi dari atas, diberi tulangan baja sekeliling lubang untuk ikatan dengan tulangan kolom diatasnya.

- Pada pondasi bor boleh tidak pakai poer, karena dibawah satu kolom hanya dibuat satu tiang bor dengan diameter yang besar, atau diatas diameter 1 M, jadi tulangan kolom dapat dimasukkan langsung kedalam sumur bor dan dicor bersama - sama.

image008

· Gambar - gambar Rencana;

Gambar rencana dibuat menggunakan skala, menempatkan posisi gambar dan penempatan gambar detail harus berdekatan dari gambar denahnya dan untuk lebih baik dan sempurna agar disisipkan gambar perspektifnya.

  1. DENAH (ukuran dan penjelasan harus ditulis lengkap)

Menggambarkan pembagian ruangan - ruangan, letak - letak pintu dan jendela, bentuk dan ukuran lantai ruangan dapat diberi garis atap yang digambar dengan garis titik - titik, skala 1: 100.

  1. TAMPAK (tanpa ukuran dan penjelasan)

Gambar tampak yang harus dibuat adalah tampak muka, tampak samping kiri, tampak samping kanan skala 1: 100

  1. POTONGAN (diberi ukuran dan penjelasan)

Gambar potongan, menggambarkan ruang dalam dan pondasinya digambar dalam 2 (dua) arah, muka -belakang dan samping kiri - kanan.

  1. RENCANA PONDASI (diberi ukuran dan penjelasan)

Menggambarkan tipe dan ukuran pondasi yang dipakai, semua bagian yang ada pondasinya harus digambar lengkap, digambar lebar atas dan lebar dasar dengan diberi garis tembok, skala 1:100

  1. RENCANA ATAP (diberi ukuran dan penjelasan)

Menggambar bentuk atap yang dipakai, garis atap digambar titik - titk, dijelaskan letak kuda - kuda, balok gording, usuk dan juga bahan penutup atapnya, gambar talang dan lobang buangan, garis bubungan, jure luar, jure dalam digambar dengan garis khusus, skala 1:100.

  1. RENCANA PLAFON (diberi ukuran dan penjelasan)

Digambar petak - petak pembagian plafon disetiap ruangan, rangka plafon digambar lengkap dengan balok induk, balok pembagi dan ukuran kayu yang dipakai, skala 1:100.

  1. RENCANA SANITASI (diberi ukuran dan penjelasan)

Gambar letak - letak lobang buangan pada kamar mandi, WC, dapur, bak cuci, tempat buangan lain, arah aliran saluran pembuangan diberi anah panah, letak bak control, septictank, sumur air bersih dan peresapan, jaraknya ditulis jelas, skala 1:100.

  1. GAMBAR DETAIL:

a. Detail Pondasi:

Bentuk potongan melintang dan ukurannya serta letak kedalaman dari pada pondasi yang dipakai.

b. Detail kuda - kuda:

Menggambarkan bentuk kuda - kuda yang dipakai dan penjelasan sambungan - sambungannya, ukuran kayu yang dipakai ditulis jelas dan lengkap, apabila bentuk kuda - kuda yang dipakai lebih dari satu, harus digambar semuanya.

c. Detail Plafon:

Bentuk dan ketinggian plafon, sambungan kau penggantung dan ukurannya ditulis lengkap dan diberi penjelasan.

d. Detail Kozen:

Bentuk kozen pintu dan jendela yang dipakai harus digambar, ukuran kozen dan kayu yang dipakai ditulis lengkap dan jelas.

e. Detail Sanitasi:

Menggambarkan potongan melintang dan tampak atas dari pada bak control, septictank, sumur peresapan, penjelasan pembuangan dari semua alat penerimaan air buangan, semua ukuran dan bahan yang dipakai ditulis lengkap dan jelas.

f. Detail:

Bagian bangunan yang dianggap penting dan khusus.

9. SITUASI:

Gambar situasi menggambarkan bentuk dari tanahnya ukurannya, letak terhadap suatu jalan yang ada, ditulis nama jalannya, denah bangunan diatas tanah diberi warna hitam, pada gambar situasi diberi arah mata angin (arah utara).

gambar kayu

Fungsi Rangka Baja Ringan 
Dewasa ini bahan kayu sudah semakin susah, kayu yang mempunyai kualitas bagus sudah jarang ditemukan. Bahan kayu tergantikan oleh rangka baja ringan dan baja konvensional untuk rangka atap rumah atau gedung. Sedangkan untuk kusen rumah tergantikan oleh alumunium dan PVC. 
Rangka baja ringan dewasa ini semakin trend dipakai untuk bahan bangunan. Baja ringan dapat dipakai untuk bangunan antara lain: 
•  Rangka atap baja ringan 
Pemakaian rangka atap baja ringan untuk rumah sudah banyak dipakai. Di perumahan-perumahan real estate saat ini hampir semuannya memakai baja ringan untuk rangka atap rumah yang mereka bangun. Baja ringan yang dipakai biasanya jenis galvanis atau galvalume/zincalume. Pemakain rangka baja ringan ini mempercepat pekerjaan dan kualitas atap jadi lebih bagus Dan atap tahan terhadap rayap dan masih banyak keunggulan lain dari rangka atap baja ringan. 
•  Rangka atap pergola 
Pemakaian rangka atap baja ringan untuk pergola mempertimbangkan bahwa dengan memakai baja ringan maka perawatan untuk pengecatan jadi berkurang. Sebab baja ringan tahan karat dan tidak perlu dilakukan pengecatan sehingga biaya mantenen jadi hemat/murah. 
i•  Rangka partisi dinding 
Dahulu untuk rangka partisi orang cenderung memakai rangka hollo atau kayu akan tetapi material ini mempunyai kelemahan antara lain hollo semakin lama dapat berkarat sedangkan kayu dapat termakan oleh rayap. 
•  Struktur dinding. 
Baru-baru ini rangka baja ringan juga di pakai untuk struktur bangunan baik itu struktur permanen yang dipakai untuk bangunan dua lantai atau struktur bangunan satu lantai. Pemakaian rangka baja ringan untuk struktur banyak dipakai di Aceh untuk program bantuan bangunan penanggulangan korban sunami. Pembangunan rumah rangka baja ringan ini di aceh dilakukan secara massal. Pertimbangan memakai bahan ini adalah pembangunannya cepat selesai sehingga segera dapat dihuni oleh korban sunami. 
Dengan beraneka fungsi tersebut rangka baja ringan semakin dicari oleh masyarakat untuk bahan bangunan menggantikan bahan kayu. Dengan memakai baja ringan maka pencanangan pemerintah tentang Go Greend dapat diwujudkan yaitu illegal logging berkurang dan ditemukannya alternative bahan lain yaitu rangka baja ringan.

RAB

Rencana Anggaran Biaya adalah suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah,serta biaya- biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek.

Anggaran biaya merupakan harga dari bahan bangunan yang dihitung dengan teliti, cermat dan memenuhi syarat. Anggaran biaya pada bangunan yang sama akan berbeda- beda di masing- masing daerah, disebabkan karena perbedaan harga bahan dan upah tenaga kerja.

mewujudkan benda, apalagi membangun sebuah rumah untuk di huni sendiri atau sebagai investasi di masa depan maupun properti konsumsi publik membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Untuk itu diperlukan perhitungan- perhitungan yang teliti, baik jumlah biaya pembuatannya, volume pekerjaan dan jenis pekerjaan, harga bahan, upah pekerja. Semua itu bertujuan untuk menekan biaya pembuatan rumah sehingga lebih efisien dan terukur sesuai dengan keinginan pemilik dalam membangun rumah, baik rumah sederhana, rumah sedang, maupun rumah mewah.
Beberapa keuntungan apabila terlebih dahulu kita menghitung biaya pembuatan rumah adalah sebagai berikut.

1) Jenis pekerjaan apa saja yang akan digunakan untuk diadakan/ dibeli (apabila dikerjakan sendiri )
2) Volume macam- macam bahan yang akan dibutuhkan dalam membuat rumah dapat diketahui.
3) Jumlah biaya yang diperlukan untuk pembuatan rumah tersebut dapat diperkirakan sehingga perputaran keuangan dapat diatur.
4) Pekerjaan apa saja yang sudah ataupun yang belum selesai dikerjakan (apabila dikerjakan pihak kedua/ orang lain dapat di control.
5) Pemilik dapa terbantu dalam bernegoisasi tentang harga penawaran kontraktor atau pihak kedua( apabila pekerjaan pembuatan rumah tersebut akan dikerjakan orang lain) sehingga tidak akan merugikan pemilik sebagai pihak pertama.


Dalam kesempatan ini kami dari Harapan Cemerlang Consultan menawarkan pekerjaan Rencana Anggaran Biaya yang nantinya akan membantu terlaksananya pembangunan rumah anda, sekaligus sebagai consultan pengawas.

Mengenai kegiatan perencanaan kami akan menyediakan layanan revisi sebayak 3 kali pertemuan, sehingga akan memudahkan anda untuk memberikan masukan2 yang membantu kami dalam perencanaan

Di halaman ini kami akan memberikan contoh sekilas hasil Rencana Anggaran Biaya yang kami sudah kerjakan, kalau kurang mengerti anda bisa kirim pertanyaan di email kami diinfo@hc-arsitekrumah.com
DAFTAR UPAH TENAGA KERJA
%Arsitek rumah %Arsitek rumah minimalis
REKAPITULASI RENCANA ANGGARAN BIAYA
%Arsitek rumah %Arsitek rumah minimalis

ANALISA RENCANA ANGGARAN BIAYA

%Arsitek rumah %Arsitek rumah minimalis

Jumat, 11 November 2011

MENGGAMBAR KONSTRUKSI TANGGA

MENGGAMBAR KONSTRUKSI TANGGA
.1 Menggambar Konstruksi Tangga Beton
Tangga pada masa lampau mempunyai kedudukan sangat penting karena
membawa prestise bagi penghuni bangunan tersebut. Tetapi sekarang bila
membuat bangunan disertai tangga sudah bukan barang kemewahan lagi. Ini
tidak lain karena tanah yang dipunyai tidak luas maka pengembangannya harus
ke atas dan pasti memerlukan tangga.
Tangga harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
– Dipasang pada daerah yang mudah dijangkau dan setiap orang pasti
memerlukan
– Mendapat penerangan yang cukup terutama siang hari
– Mudah dijalani
– Berbentuk sederhana dan layak dipakai
Tangga berfungsi sebagai penghubung antara lantai tingkat satu dengan
lainnya pada suatu bangunan.
Sudut tangga yang mudah dijalani dan efisien sebaiknya mempunyai
kemiringan ± 40º. Jika mempunyai kemiringan lebih dari 45º pada waktu
menjalani akan berbahaya terutama dalam arah turun.
Agar supaya tangga tersebut menyenangkan dijalani, ukuran optrade (tegak)
dan aantrede (mendatar) harus sebanding.
Rumus tangga:
1 Aantrade + 2 Optrade = 57 sampai dengan 60 cm
Pertimbangan
Panjang langkah orang dewasa dengan tinggi badan normal itu rata-rata 57–
60 cm. Menurut penelitian pada saat mengangkat kaki dalam arah vertikal
untuk tinggi tertentu dibutuhkan tenaga 2 kali lipat pada saat melangkah dalam
arah horizontal.
Misal sebuah bangunan bertingkat dengan tinggi lantai 3,50 m anak tangga
tegak (optrade) ditaksir 18 cm.
Jadi jumlah optrade = 350 : 18 = 18, 4 buah dibulatkan = 19 buah sehingga
optradenya menjadi = 350 : 19 = 18,4 cm. Ukuran ini harus diteliti benar sampai
ukuran dalam milimeter.
196
Menurut rumus tangga:
1 aantrade + 2 optrade = 57 – 60 cm
Lebar aantrade (57 a’ 60 ) – 2 x 18,4 = 20, 2 a’ 23,2 cm dalam ini ukurannya
boleh dibulatkan menjadi antara 20 dan 23 cm.
Sebuah tangga yang memungkinkan:
– Dilalui 1 orang lebar ± 80 cm
– Dilalui 2 orang lebar ± 120 cm
– Dilalui 3 orang lebar ± 160 cm
Gambar 7.1 Konstruksi Tangga Beton
Sumber: Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK, Jakarta
197
7.2 Menggambar Rencana Penulangan Tangga Beton
Gambar 7.2 Konstruksi Penulangan Tangga
198
7.3 Menggambar Konstruksi Tangga dan Railing Kayu
Tangga pada masa lampau mempunyai kedudukan sangat penting karena
membawa prestise bagi penghuni bangunan tersebut. Maka kalau bahan yang
digunakan menggunakan bahan kayu akan membawa dampak penghuni
rumah, karena makin lama bahan kayu mahal harganya.
Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan tangga antara
lain:
– Bahan yang berkualitas
– Sambungan harus baik
– Mendapat penerangan yang cukup
– Finishing
Untuk memahami bentuk konstruksinya tangga dari bahan kayu, kita lihat
gambar berikut.
Detail-Detail Tangga
Gambar 7.3 Detail tangga a
199
Gambar 7.4 Detail Tangga b
Gambar 7.5 Detail Tangga c
200
Gambar 7.6 Detail Tangga d
201
Gambar 7.7 Detail Tangga e
Sumber: Gambar-Gambar Ilmu Bangunan. Jambatan, Yogyakarta
7.4 Menggambar Konstruksi Tangga dan Railling Besi/Baja
Pada prinsipnya konstruksi tangga dan railling besi/baja dan kayu sama saja,
yang jelas perbedaannya adalah bahan yang digunakan.
Tangga baja lebih tepat dipakai untuk penggunaan yang tidak utama atau
sekunder, misalnya untuk tempat yang banyak getaran, atau bengkel.
Bentuk profil untuk tangga baja yang banyak digunakan untuk ibu tangga adalah
baja kanal, sedangkan untuk anak tangga dihubungkan dengan baja siku.
Pertemuan anak tangga dan ibu tangga dilakukan dengan paku keling atau las.
Pada konstruksi dengan las dapat dibentuk dengan sederhana, karena
hubungan konstruksinya mudah. Pada anak tangga menggunakan bahan dari
papan kayu tebal 3 cm atau bahan baja pelat tipis yang dihubungkan dengan
las bila bahan dari kayu menggunakan mur baut yang dihubungkan dengan
baja siku. Sedangkan ujung bawah dipotong mendatar dan diberi tempat.
(Sumber: Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK 19982)
202
Gambar 7.8 Konstruksi Tangga Baja
Gambar 7.9 Trap Tangga Baja Tipis
Sumber: Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK, Jakarta
7.5 Menggambar Bentuk-Bentuk Struktur Tangga
Macam-macam bentuk tangga:
– Tangga lurus, penginjaknya tegak lurus ibu tangga
– Tangga serong, penginjaknya sama lebar tidak tegak lurus ibu tangga
– Tangga baling, penginjaknya tak sama lebar tak tegak lurus ibu tangga
– Tangga putar, anak tangga berputar mengikuti kolom penguat
– Tangga perempatan
– Tangga dengan bordes
203
Macam-Macam Bentuk Tangga
Gambar 7.10 Tangga Bordes Dua Lengan
Gambar 7.11 Tangga Bordes Tiga Lengan
Gambar 7.12 Tangga Dua Perempatan
204
Gambar 7.13
Tangga dengan Permulaan Perempatan
Gambar 7.14
Tangga dengan Penghabisan Perempatan
Sumber: Gambar-Gambar Ilmu Bangunan Gedung, Jambatan, Yogyakarta
195
BAB 7
MENGGAMBAR KONSTRUKSI TANGGA
7.1 Menggambar Konstruksi Tangga Beton
Tangga pada masa lampau mempunyai kedudukan sangat penting karena
membawa prestise bagi penghuni bangunan tersebut. Tetapi sekarang bila
membuat bangunan disertai tangga sudah bukan barang kemewahan lagi. Ini
tidak lain karena tanah yang dipunyai tidak luas maka pengembangannya harus
ke atas dan pasti memerlukan tangga.
Tangga harus memenuhi syarat-syarat antara lain:
– Dipasang pada daerah yang mudah dijangkau dan setiap orang pasti
memerlukan
– Mendapat penerangan yang cukup terutama siang hari
– Mudah dijalani
– Berbentuk sederhana dan layak dipakai
Tangga berfungsi sebagai penghubung antara lantai tingkat satu dengan
lainnya pada suatu bangunan.
Sudut tangga yang mudah dijalani dan efisien sebaiknya mempunyai
kemiringan ± 40º. Jika mempunyai kemiringan lebih dari 45º pada waktu
menjalani akan berbahaya terutama dalam arah turun.
Agar supaya tangga tersebut menyenangkan dijalani, ukuran optrade (tegak)
dan aantrede (mendatar) harus sebanding.
Rumus tangga:
1 Aantrade + 2 Optrade = 57 sampai dengan 60 cm
Pertimbangan
Panjang langkah orang dewasa dengan tinggi badan normal itu rata-rata 57–
60 cm. Menurut penelitian pada saat mengangkat kaki dalam arah vertikal
untuk tinggi tertentu dibutuhkan tenaga 2 kali lipat pada saat melangkah dalam
arah horizontal.
Misal sebuah bangunan bertingkat dengan tinggi lantai 3,50 m anak tangga
tegak (optrade) ditaksir 18 cm.
Jadi jumlah optrade = 350 : 18 = 18, 4 buah dibulatkan = 19 buah sehingga
optradenya menjadi = 350 : 19 = 18,4 cm. Ukuran ini harus diteliti benar sampai
ukuran dalam milimeter.
196
Menurut rumus tangga:
1 aantrade + 2 optrade = 57 – 60 cm
Lebar aantrade (57 a’ 60 ) – 2 x 18,4 = 20, 2 a’ 23,2 cm dalam ini ukurannya
boleh dibulatkan menjadi antara 20 dan 23 cm.
Sebuah tangga yang memungkinkan:
– Dilalui 1 orang lebar ± 80 cm
– Dilalui 2 orang lebar ± 120 cm
– Dilalui 3 orang lebar ± 160 cm
Gambar 7.1 Konstruksi Tangga Beton
Sumber: Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK, Jakarta
197
7.2 Menggambar Rencana Penulangan Tangga Beton
Gambar 7.2 Konstruksi Penulangan Tangga
198
7.3 Menggambar Konstruksi Tangga dan Railing Kayu
Tangga pada masa lampau mempunyai kedudukan sangat penting karena
membawa prestise bagi penghuni bangunan tersebut. Maka kalau bahan yang
digunakan menggunakan bahan kayu akan membawa dampak penghuni
rumah, karena makin lama bahan kayu mahal harganya.
Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan tangga antara
lain:
– Bahan yang berkualitas
– Sambungan harus baik
– Mendapat penerangan yang cukup
– Finishing
Untuk memahami bentuk konstruksinya tangga dari bahan kayu, kita lihat
gambar berikut.
Detail-Detail Tangga
Gambar 7.3 Detail tangga a
199
Gambar 7.4 Detail Tangga b
Gambar 7.5 Detail Tangga c
200
Gambar 7.6 Detail Tangga d
201
Gambar 7.7 Detail Tangga e
Sumber: Gambar-Gambar Ilmu Bangunan. Jambatan, Yogyakarta
7.4 Menggambar Konstruksi Tangga dan Railling Besi/Baja
Pada prinsipnya konstruksi tangga dan railling besi/baja dan kayu sama saja,
yang jelas perbedaannya adalah bahan yang digunakan.
Tangga baja lebih tepat dipakai untuk penggunaan yang tidak utama atau
sekunder, misalnya untuk tempat yang banyak getaran, atau bengkel.
Bentuk profil untuk tangga baja yang banyak digunakan untuk ibu tangga adalah
baja kanal, sedangkan untuk anak tangga dihubungkan dengan baja siku.
Pertemuan anak tangga dan ibu tangga dilakukan dengan paku keling atau las.
Pada konstruksi dengan las dapat dibentuk dengan sederhana, karena
hubungan konstruksinya mudah. Pada anak tangga menggunakan bahan dari
papan kayu tebal 3 cm atau bahan baja pelat tipis yang dihubungkan dengan
las bila bahan dari kayu menggunakan mur baut yang dihubungkan dengan
baja siku. Sedangkan ujung bawah dipotong mendatar dan diberi tempat.
(Sumber: Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK 19982)
202
Gambar 7.8 Konstruksi Tangga Baja
Gambar 7.9 Trap Tangga Baja Tipis
Sumber: Petunjuk Praktek Bangunan Gedung, DPMK, Jakarta
7.5 Menggambar Bentuk-Bentuk Struktur Tangga
Macam-macam bentuk tangga:
– Tangga lurus, penginjaknya tegak lurus ibu tangga
– Tangga serong, penginjaknya sama lebar tidak tegak lurus ibu tangga
– Tangga baling, penginjaknya tak sama lebar tak tegak lurus ibu tangga
– Tangga putar, anak tangga berputar mengikuti kolom penguat
– Tangga perempatan
– Tangga dengan bordes
203
Macam-Macam Bentuk Tangga
Gambar 7.10 Tangga Bordes Dua Lengan
Gambar 7.11 Tangga Bordes Tiga Lengan
Gambar 7.12 Tangga Dua Perempatan
204
Gambar 7.13
Tangga dengan Permulaan Perempatan
Gambar 7.14
Tangga dengan Penghabisan Perempatan
Sumber: Gambar-Gambar Ilmu Bangunan Gedung, Jambatan, Yogyakarta

BETON „ HUBUNGAN PONDASI, STRUKTUR RANGKA DAN DINDING BATA DENGAN PERKUATAN ANGKUR“

BETON „
HUBUNGAN PONDASI, STRUKTUR RANGKA DAN DINDING BATA DENGAN PERKUATAN ANGKUR“
A.STANDAR KOMPETENSI
Membuat pasangan pondasi batu belah.
B.KOMPETENSI DASAR
Memasang pondasi batu belah yang dilengkapi dengan angkur vertikal untuk menyatukan pondasi dengan sloof.
C.MATERI PEMBELAJARAN
1.Pondasi batu belah di daerah rawan gempa.
2.Tata cara pelaksanaan pemasangan pondasi batu belah yang dilengkapi angkur.
D.STRUKTUR PEMBELAJARAN
E.INDIKATOR
1.Menjelaskan hubungan antara pasangan batu belah dengan sloof.
2.Menjelaskan fungsi angkur pada pertemuan antar muka pondasi batu belah dan sloof.
3.Memilih dimensi tulangan sesuai dengan kebutuhan untuk angkur sesuai dengan pedoman praktis.
4.Memotong tulangan dengan panjang penyaluran/tertanam sesuai dengan pedoman praktis.
5.Membentuk angkur menggunakan hasil pemotongan tulangan.
6.Memasang pondasi batu belah yang dilengkapi dengan angkur vertikal untuk menyatukan pondasi batu belah dengan sloof.
F.PENILAIAN
1.Proses kerja 30 %
2.Hasil 50 %
3.Keselamatan kerja 10 %
4.Laporan kerja 10 %
MODUL I.A - BETON 1 / 10
G.ALOKASI WAKTU
1.4 Jam Tatap Muka
2.10 (20) Jam Praktek
H.SUMBER PEMBELAJARAN
1.Anonim, (2002), SNI 03-2847-2002: Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Badan Standardisasi Nasional.
2.Anonim, (2002), SNI 15-2049-2004: Semen Portland, Badan Standardisasi Nasional.
3.Anonim, (2002), SNI 15-0302-2004: Semen Portland Pozolan, Badan Standardisasi Nasional.
4.Anonim, (2006), Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, available on:http://www. tahangempa.org
5.Gani, M.S.J., (1997), Cement and Concrete, London: Chapman & Hall.
6.Gideon Hadi Kusuma dan Vis, W.C., (1994), Dasar-dasar Perencanaan Beton Bertulang Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03, Jakarta: Penerbit Erlangga.
7.Istimawan Dipohusodo, (1999), Struktur Beton Bertulang, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
8.Kardiyono Tjokrodimuljo, (1996), Teknologi Beton, Yogyakarta: Penerbit Nafiri.
9.Nawy, E.G., (1996), Reinforced Concrete: A Fundamental Approach 3rd edition, New York: Prentice Hall.
10.Neville, A.M., (1997), Properties of Concrete, New York: John Wiley & Sons. Inc.
11.Park, R. and Paulay, T., (1975), Reinforced Concrete Structures, New York: John Wiley & Sons. Inc.
12.Teddy Boen, 2001, “Impact of Earthquake on School Buildings in Indonesia”, UNCRD International Workshop and Symposium: Earthquake Safer World in the 21, Kobe.
13.Teddy Boen, 2001, “Dasar-Dasar Membangun Bangunan Tembokan Tahan Gempa”, Bahan Pelatihan Fasilitator Pembangunan Perumahan, Jakarta.
I.INFORMASI LATAR BELAKANG
1. Pendahuluan
Pondasi batu belah dipergunakan di atas tanah kuat/baik yang letaknya tidak dalam. Pada umumnya, dari permukaan tanah sedalam 50 cm terdapat tanah yang disebut tanah humus, yaitu lapisan tanah yang mengandung campuran bekas cabang-cabang kayu kecil-kecil, sampah, dan sebagainya. Di atas tanah semacam ini tidak dapat diletakkan pondasi, karena ada kemungkinan pondasi akan turun akibat memadatnya tanah humus karena muatan diatas tanah tersebut. Penurunan pondasi yang merata tidak menimbulkan masalah, karena konstruksi bangunan gedung di atas pondasi dapat turun secara merata pula. Tetapi apabila penurunan pondasi tidak dapat merata, maka kerusakan-kerusakan akibat penurunan ini tidak dapat dihindarkan. Kerusakan-kerusakan tersebut misalnya berupa:
a.pecah/retaknya tembok-tembok.
b.pintu/jendela tidak dapat dibuka.
c.atap berubah bentuk.
MODUL I.A - BETON 2 / 10
Oleh karena itu, lapisan tanah humus harus digali dan dibuang ke tempat lain.
Perletakan dasar pondasi batu belah ditetapkan lebih dalam dari lapisan tanah humus (± 30 sampai 50 cm atau, lebih dalam), agar diperoleh kepastian tanah menjadi cukup kuat dan memenuhi syarat. Kedalaman rata-rata pondasi batu belah berkisar antara 60 sampai 80 cm dari permukaan tanah.
Dasar perhitungan pondasi batu belah adalah perlebaran/perluasan dasar pondasi terhadap tebal tembok, dengan tujuan agar terjadi pembagian beban yang lebih merata dari gaya-gaya yang ditimbulkan muatan di atasnya. Intensitas gaya yang bekerja di atas tanah keras (perletakan pondasi) dihitung setiap satuan luas (kg/cm2). Oleh karena itu, pondasi batu belah merupakan pondasi ringan, yang hanya mampu mendukung muatan konstruksi bangunan gedung sederhana. Dengan demikian perlebaran/perluasan dasar pondasi dapat ditetapkan 2½ sampai 3 kali lebar bagian atas pondasi.. Walaupun demikian, dalam menentukan ukuran luas dasar pondasi, sebaiknya diperhitungkan muatan dari bangunan di atasnya.
Dalam penggambaran, untuk pasangan bata merah ½ batu diambil ukuran ± 15 cm. Lantai ditetapkan sebagai titik nol dan digunakan sebagai dasar ukuran keseluruhan bangunan. Di atas lantai setinggi 20 cm, dari permukaan lantai, dibuat pasangan kedap air yang disebut trasraam dengan campuran 1 pc : 2 pasir, dengan tujuan agar air dari tanah tidak dapat naik ke pasangan tembok. Persyaratan ini dalam praktek perlu diperhatikan. Di bawah lantai diberi lapisan pasir urug setebal ± 20 cm, yang dipadatkan dengan maksud agar diperoleh permukaan yang rata dan cukup kuat.
Di atas pondasi batu belah dipasang beton bertulang yang disebut: balok “sloof”, yang dibuat dari beton bertulang dengan campuran yang baik, dengan kuat tekan minimal mencapai 20 Mpa (200 kg/cm²). Sloof berukuran minimal 15 cm x 20 cm dengan diameter tulangan memanjang minimal 10 mm. Meskipun demikian, disarankan tulangan berdiameter 12 mm, sehingga membentuk formasi tulangan memanjang 4∅12 dan sengkang ∅8-150 atau ∅6-125. Material beton berfungsi untuk menahan gaya tekan, sedangkan baja tulangan digunakan untuk menahan gaya tarik. Tujuan penggunaan balok sloof, selain sebagai pengganti trasraam dibawah lantai, juga untuk meratakan beban komponen bangunan yang ada di atasnya untuk diteruskan ke bagian pondasi. Apabila terjadi penurunan pondasi, diharapkan tidak akan mempengaruhi konstruksi bangunan di atasnya, karena telah didukung oleh balok sloof.
2. Pondasi batu belah pada daerah rawan gempa
Pondasi merupakan bagian dari struktur yang paling bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban ke tanah, dan harus diletakan pada tanah yang keras.
Kedalaman minimum untuk pembuatan pondasi adalah 60 cm dari permukaan tanah. Seluruh pekerjaan pasangan batu belah ini menggunakan adukan campuran 1 semen : 4 pasir. Pasangan batu belah untuk pondasi dikerjakan setelah lapisan urug dan aanstamping (pasangan batu kosong) selesai
MODUL I.A - BETON 3 / 10
dipasang. Pondasi juga harus mempunyai hubungan kuat dengan sloof, yang dapat dilakukan dengan pemasangan angkur antara sloof dan pondasi dengan jarak 1 meter.
Pada saat terjadi gempa, tanah bergerak ke arah horisontal dan vertikal, sehingga akan bekerja pula gaya lateral yang menyebabkan adanya komponen gaya geser antara pondasi dengan komponen bangunan di atasnya (sloof). Apabila hubungan antara pondasi dengan sloof tidak cukup kuat, maka akan terjadi kerusakan akibat pergeseran sloof terhadap pondasi. Fenomena ini dapat diatasi dengan memberikan penghubung geser berupa angkur, yang menghubungkan pondasi dengan sloof, sehingga gaya geser yang bekerja pada bidang antara muka pondasi dan sloof dapat ditanggulangi. Pergeseran
Gambar 1. Kerusakan permukaan pondasi akibat gaya gempa
Untuk memperoleh pondasi yang baik, pada daerah gempa, perlu diperhatikan prinsip-prinsip galian pondasi sebagai berikut:
a.Kedalaman pondasi dari permukaan tanah minimal 60 cm.
b.Lebar bagian bawah pondasi minimal 60 cm.
c.Lebar bagian atas pondasi minimal 30 cm.
d.Konstruksi pondasi dibuat solid (pejal) dan menerus.
e.Diletakkan di atas tanah keras.
MODUL I.A - BETON 4 / 10
Gambar 2. Pondasi menerus dari batu belah
Pondasi tidak diletakkan langsung diatas tanah dalam lubang pondasi, tetapi di atas tanah tersebut diberi lapisan pasir urug minimum setebal 10 cm dan dipadatkan dengan cara menyiram dengan air, dengan maksud agar diperoleh permukaan yang merata dan dapat meredam rambatan gelombang saat terjadi gempa.
Ukuran lubang dasar galian pondasi dibuat 10 cm kiri-kanan lebih lebar daripada dasar pondasi, agar orang dapat bekerja pada waktu mengerjakan pasangan pondasi.
Galian lubang pondasi dibuat miring (5 : 1), agar dinding tanah galian tidak mudah runtuh. Kemiringan galian tanah ini makin besar untuk tanah-tanah yang gembur/lembek.
Sloof berukuran 15 cm x 20 cm dibuat dari beton bertulang dengan kekuatan tekan minimum 20 MPa (200 Kg/cm2). Untuk bangunan sederhana satu lantai, dapat dibuat dengan perbandingan volume, 1 semen: 2 pasir: 3 split (maksimum berukuran 20 mm), yang diaduk dengan ½ air (jika pasir dan split dalam kondisi jenuh kering muka). Tulangan memanjang yang dipasang minimal 4∅10, tetapi disarankan 4∅12, dan sengkang ∅8-150 atau ∅6-125.
MODUL I.A - BETON 5 / 10
MODUL I.A - BETON 6 / 10
Sloof diangkur pada setiap jarak 100 cm dengan kedalaman 40 cm sehingga struktur menjadi kokoh.
Adukan yang digunakan sebagai perekat batu belah menggunakan komposisi 1 semen : 4 pasir, yang diaduk dengan ½ air (jika pasir dalam kondisi jenuh kering muka).
dinding
0,15
0,60
0,80
100 mm 30 mm 30 mm300 mm100 mm 500 mm 20 20 40 100 cmGambar 4. Bentuk angkur pada pondasi batu belah
3. Tata cara pelaksanaan pekerjaan
Untuk memperoleh hasil pekerjaan yang optimal dan memenuhi standar yang dipersyaratkan, perlu dipersiapkan kebutuhan alat dan bahan sebagai berikut:
a.Alat:
1)Waterpas/selang
2)Benang
3)Unting-unting
4)Paku 1,5"
5)Profil
6)Kaso 5/7
MODUL I.A - BETON 7 / 10
7)Meteran
8)Bodem
9)Sendok spesi
10)Palu
11)Bak spesi
12)Ember
13)Sekop
14)Cangkul
b.Bahan:
1)Batu belah (batu kali/gunung ataupun batu putih yang tidak pecah bila dijatuhkan ke atas batu lain dari ketinggian ± 1 meter).
2)Angkur (bentuk seperti terlihat pada Gambar 4, terbuat dari baja tulangan diameter 10 mm sampai 12 mm (kondisi baik, tidak berkarat, tidak berminyak, bukan besi bekas).
3)Semen (PC kemasan 50 kg atau PPC kemasan 40 kg) yang tidak mengeras, kering dan warnanya seragam.
4)Pasir (berasal dari sungai/darat, tidak mengandung lumpur dan bahan organik yang melebihi dari ketentuan yang berlaku).
5)Air (layak minum, tidak berasa, tidak berwarna, tidak berbau).
4. Langkah kerja
a.Persiapan pekerjaan
1)Mempelajari gambar kerja.
2)Mengenakan pakaian serta perlengkapan kerja lainnya.
3)Membuat adukan dengan komposisi 1 semen: 4 pasir, yang diaduk dengan ½ air (jika pasir dalam kondisi jenuh kering muka), dalam kotak adukan.
4)Mempersiapkan alat dan bahan yang diperlukan.
5)Elemen batu belah dibuat bersudut atau dihindari bentuk bulat pada setiap permukaannya sehingga akan menambah ikatan antar elemen dan ikatan mortar.
6)Membuat profil podasi dengan bentuk sesuai rencana dalam gambar kerja, dan dibuat menggunakan reng atau bambu bilah.
Menentukan dan mengatur tata letak pekerjaan dengan tujuan:
1)Menghindari kecelakaan kerja.
2)Tersedianya ruang gerak yang cukup leluasa saat bekerja.
3)Meningkatkan produktivitas.
4)Menghindari tercecernya material yang bisa mengakibatkan pemborosan.
5)Menambah semangat kerja.
b.Pelaksanaan pemasangan pondasi batu belah
1)Membersihkan galian yang telah dibuat dan kontrol kedalaman dan lebar galian, kelurusan, dan kemiringannya.
2)Menghamparkan pasir sebagai lapisan dasar pondasi dan dipadatkan sehingga mempunyai permukaan yang rata dengan tebal minimum ±10 cm. Apabila pasir dalam kondisi kering pada saat pemadatan, maka pasir disiram dengan air secukupnya (jangan terlalu jenuh).
MODUL I.A - BETON 8 / 10
3)Menyiram pasir urug dengan air hingga jenuh, kemudian dilakukan pemadatan.
4)Memasang profil pondasi secara kuat dengan penyokong kaso 5/7 pada ujung-ujung pondasi.
5)Memeriksa kembali bentuk, ukuran, dan kekokohan profil yang akan digunakan.
6)Memasang profil pada kedua ujung jalur lubang galian yang akan dikerjakan, dengan bantuan dua kaso 5/7 yang diletakkan berdampingan dengan jarak selebar bagian atas pondasi, dan ditancapkan dengan kokoh di dasar galian.
Gambar 5. Pemasangan profil dalam lubang pondasi
7)Memasang satu lapisan batu kosongan dengan ketinggian ± 15 cm sampai 20 cm (tanpa spesi) sepanjang pondasi sebagai lapisan dasar, kemudian menaburkan pasir, dan menyiram air sampai celah-celah antara batu dapat terisi penuh.
8)Merentangkan benang di sisi luar rencana pondasi antar profil setinggi ± 30 cm. Setiap lot benang pada profil dalam setiap baris pasangan, harus mudah dipindahkan saat pelaksanaan.
9)Menghamparkan spesi pondasi dan memasang batu pondasi dengan rapi dengan posisi batu mendatar;
10)Memasang elemen batu belah dengan jalan mengaturnya dari bagian dasar (batu belah yang memiliki ukuran dan berat yang lebih besar) hingga ke atas (batu belah yang memiliki ukuran dan berat yang lebih kecil).
11)Meletakkan batu belah dengan mempertimbangkan gaya gravitasi dari berat batu ke arah sumbu pasangan, dan saling mengunci sehingga tidak tejadi bahaya pergesaran atau kelongsoran.
MODUL I.A - BETON 9 / 10
MODUL I.A - BETON 10 / 10
Tidak baik (spesi segaris) Benar (spesi tidak segar
12)Apabila pemasangan batu belah pada lapis pertama telah diselesaikan, benang dipindahkan ke lapisan berikutnya.
13)Apabila terdapat siar berukuran besar karena bentuk batu yang tidak beraturan, siar tersebut harus diisi dengan batu pecah atau split.
14)Memasang angkur baja tulangan yang telah dipersiapkan setiap jarak 1 meter dengan kedalaman 40 cm di dalam pondasi batu belah.
15)Mengulang langkah di atas sampai dengan ketinggian sesuai dengan rencana.
16)Mengisi celah-celah antara batu pondasi bagian samping sampai penuh.
5. Kesehatan dan keselamatan kerja
Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menjamin kesehatan dan keselamatan kerja antara lain:
a.Memakai pakaian kerja dengan lengkap dan benar.
b.Membersihkan tempat kerja dari kotoran yang mengganggu.
c.Menempatkan alat-alat dan bahan-bahan di tempat yang mudah dijangkau dan aman untuk mendapatkan ruang kerja yang ideal.
d.Menggunakan alat sesuai dengan fungsinya.
e.Memecahkan batu yang besar menggunakan bodem atau pukul besi, sehingga mudah untuk diangkat. Gunakan kaca mata pengaman ketika memecah batu.
f.Memecahkan batu di tempat yang tidak membahayakan akibat pecahan batu yang terlempar.
g.Jangan memegang spesi dan jangan terlalu sering mencuci tangan saat bekerja, karena dapat mengakibatkan iritasi pada kulit telapak tangan.
h.Mengerjakan dengan teliti, hati-hati dan penuh konsentrasi.

Sabtu, 01 Oktober 2011

pencampuran beton normal




1.      Pendahuluan

Pada masa sekarang ini penggunaan beton bertulang sebagai struktur utamabangunan rumah dan gedung semakin meluas dengan cepat. Mengingat sebagian besar wilayah Republik Indonesia merupakan daerah rawan gempa, tuntutan penguasaan teknologi konstruksi tahan gempa menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindarkan, termasuk di dalamnya struktur beton bertulang tahan gempa. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, material beton yang dapat digunakan dalam konstruksi bangunan tahan gempa adalah beton dengan kuat tekan minimal mencapai 20 MPa (200 kg/cm2) dengan benda uji silinder, atau (200/0,83= 241 kg/cm2) jika digunakan benda uji kubus.
Berdasarkan ketentuan di atas, teori beton konvensional, yang mensyaratkan proporsi campuran adukan beton yang didasarkan pada perbandingan volume dengan proporsi 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil untuk beton biasa, dan 1 semen : 1,5 pasir : 2,5 kerikil untuk beton kedap air, menjadi suatu hal yang tidak dapat diterima, mengingat cara tersebut di atas hanya aman untuk diterapkan pada beton dengan kuat tekan kurang dari 20 MPa dan nilai slump tidak boleh lebih dari  100 mm.
Oleh karena itu, pembuatan adukan beton harus didasarkan perbandingan berat, yang dihitung dengan suatu metode perhitungan baku, dengan memperhatikan karakteristik setiap bahan penyusunnya, sebagai mana diatur dalam SNI 03-2834-1993. Hal ini dimaksudkan agar diperoleh beton yang:
Memenuhi kuat tekan minimal yang disyaratkan.
Kekentalan yang sesuai sehingga beton mudah diaduk, dituang, dipadatkan, dan diratakan.
Tahan lama atau awet.
Tahan aus.
e.    Ekonomis.
2. Ketentuan umum rancang campur menurut SNI 03-2847-2002
Proporsi material untuk beton harus direncanakan untuk menghasilkan sifat­-sifat sebagai berikut:
(1) kelecakan dan konsistensi yang menjadikan beton mudah dicor ke dalam cetakan atau ke celah di sekeliling tulangan, sesuai dengan berbagai kondisi pelaksanaan pengecoran yang harus dilakukan, tanpa terjadi segregasi atau bleeding yang berlebih,
(2) Tahan terhadap pengaruh lingkungan yang agresif,
(3) memenuhi persyaratan uji kekuatan, sehingga harus dirancang untuk menghasilkan kuat tekan rata-rata perlu, dengan memperhitungkan kuat tekan karakteristik yang ingin dicapai dan nilai deviasi standar, yang berkaitan dengan sebaran hasil uji kuat tekan.
a.  Deviasi standar
1) Nilai deviasi standar dapat diperoleh jika fasilitas produksi beton telah mempunyai catatan hasil uji. Data hasil pengujian yang dijadikan sebagai dasar perhitungan deviasi standar harus:
a)      Mewakili jenis material, prosedur pengendalian mutu dan kondisi serupa dengan yang diharapkan, dan perubahan-perubahan pada material ataupun proporsi campuran yang dimiliki oleh data pengujian tidak perlu lebih ketat dari persyaratan pekerjaan yang akan dilakukan.
b)      Mewakili beton yang diperlukan untuk memenuhi kekuatan yang disyaratkan, atau kuat tekan fc pada kisaran 7 MPa dari yang ditentukan.
c)      Terdiri dari sekurang-kurangnya 30 contoh pengujian berurutan atau dua kelompok pengujian berurutan yang jumlahnya sekurang­kurangnya 30 contoh pengujian.
2)      Jika fasilitas produksi beton tidak mempunyai catatan hasil uji yang memenuhi syarat   diatas, tetapi mempunyai catatan uji dari pengujian sebanyak 15 sampai dengan 29 contoh secara berurutan, maka deviasi standar ditentukan sebagai hasil perkalian antara nilai deviasi standar yang dihitung dan faktor modifikasi pada Tabel 1.
Tabel 1. Faktor modifikasi deviasi standar
Jumlah pengujian
Faktor modifikasi untuk deviasi standar
Kurang dari 15 contoh
Gunakan Tabel 3
15 contoh
1,16
20 contoh
1,08
25 contoh
1,03
30 contoh atau lebih
1,00

b. Kuat rata-rata perlu
1)      Kuat tekan rata-rata perlu ( fcr ), yang digunakan sebagai dasar pemilihan proporsi campuran beton, harus diambil sebagai nilai terbesar dari Persamaan di bawah ini:
f’cr = f’c + 1,64 s
2)   Bila fasilitas produksi beton tidak mempunyai catatan hasil uji lapangan untuk perhitungan deviasi standar yang memenuhi ketentuan, maka f'cr harus ditetapkan berdasarkan Tabel 2.

Tabel 2. Kuat tekan rata-rata perlu jika data tidak tersedia untuk menetapkan deviasi standar
Persyaratan kuat tekan,
f‘(MPa)
Kuat tekan rata-rata perluf‘cr (MPa)
Kurang dari 21 MPa
f’c + 7,0
21 s/d 35
f’c + 8,5
Lebih dari 35
f’c + 10,0

c.       Perancangan campuran tanpa berdasarkan data lapangan atau campuran percobaan
1) Jika data yang disyaratkan tidak tersedia, maka proporsi campuran beton harus ditentukan berdasarkan percobaan atau informasi lainnya, bilamana hal tersebut disetujui oleh Pengawas Lapangan. Kuat tekan rata-rata perlu (f’cr) beton, yang dihasilkan dengan bahan yang mirip dengan yang akan digunakan, harus sekurang-kurangnya 8,5 Mpa lebih besar daripada kuat tekan fc yang disyaratkan. Alternatif ini tidak boleh digunakan untuk pengujian kuat tekan yang disyaratkan lebih besar dari 28 MPa.
2) Campuran beton yang dirancang menurut butir ini harus memenuhi persyaratan   keawetan dan kriteria pengujian kuat tekan.
3. Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal menurut SNI 03-2834- 1993.
Berdasarkan SNI 03-2834-2002, dalam perencanaan campuran beton harus memenuhi persyaratan berikut:
a.       Perhitungan perencanaan campuran beton harus didasarkan pada data sifat-sifat   bahan yang akan dipergunakan dalam produksi beton.
b.Komposisi campuran beton yang diperoleh dari perencanaan ini harus dibuktikan melalui campuran coba, yang menunjukkan bahwa proporsi tersebut dapat memenuhi kekuatan beton yang disyaratkan.

  Langkah-langkah perhitungan dan penentuan komposisi campuran beton harus dilaksanakan sebagai berikut:
a.       Rencana campuran beton ditentukan berdasarkan hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen.
b.      Untuk beton dengan f’c lebih dari 20 MPa, proporsi campuran coba sertapelaksanaan produksinya harus didasarkan pada perbandingan berat bahan.
c. Untuk beton dengan f’c kurang dari 20 MPa, pelaksanaan produksinya boleh menggunakan proporsi volume. Proporsi volume tersebut harus didasarkan pada hasil konversi proporsi campuran dalam berat terhadap volume, melaui berat isi rata-rata antara kondisi gembur dan padat pada masing-masing bahan penyusunnya.
Mengingat beton yang digunakan pada struktur bangunan tahan gempa harusmemiliki kuat tekan lebih dari 20 MPa, sebagaimana dipersyaratkan dalam SNI 03-2847-2002, sudah seharusnya campuran adukan beton dihitung dan dilaksanakan atas dasar berat masing-masing bahan penyusunnya (semen, agregat halus, agregat kasar, dan air).
Langkah-langkah perencanaan komposisi campuran adukan beton normal menurut SNI 03-2834-1993 adalah sebagai berikut:
a.   Penetapan kuat tekan beton yang disyaratkan (f’c) pada umur tertentu.
      Kuat tekan beton yang disyaratkan ditetapkan sesuai dengan persyaratan perencanaan struktur dan kondisi setempat. Untuk struktur bangunan tahan gempa disyaratkan kuat tekan beton lebih dari 20 MPa.
b.   Penetapan nilai deviasi standar(s). Deviasi standar ditetapkan berdasarkan tingkat mutu pengendalian dalam pelaksanaan pencampuran beton. Semakin baik tingkat pengendalian mutu, semakin kecil nilai deviasi standarnya. Penetapan nilai deviasi standar (s) ini didasarkan pada hasil pengalaman praktek pada waktu yang lalu dengan syarat kualitas dan bahan yang digunakan harus sama.Apabila pelaksana mempunyai catatan data hasil pembuatan beton serupa (kualitas yang disyaratkan dan bahan yang digunakan sama) dengan jumlah benda uji minimal 30 buah, maka data standar deviasi yang dimiliki bisa langsung digunakan.
Perlu dicatat bahwa jika pelaksana memiliki data deviasi standar dengan kualitas beton yang disyaratkan sama dan bahan yang digunakan serupa, namun jumlah benda uji yang pernah dimiliki kurang dari 30 benda uji, maka harus dilakukan penyesuaian/modifikasi berdasarkan Tabel 1, dengan cara mengalikan nilai koefisien yang sesuai dalam Tabel 1 dengan nilai standar deviasi yang dimiliki.
c.  Menentukan nilai tambah atau margin (m); m=1,64.s MPa
Apabila tidak tersedia catatan hasil uji terdahulu untuk perhitungan deviasistandar yang memenuhi ketentuan, maka nilai margin harus didasarkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai margin jika data tidak tersedia untuk menetapkan deviasi standar
Persyaratan kuat tekan (f’c) MPa
    Nilai margin(m), MPa
Kurang dari 21 MPa
7,0
21 s/d 35
8,5
Lebih dari 35
10,0

d.  Menetapkan nilai kuat tekan rata-rata yang harus direncanakan dengan   menggunakan rumus:
         F’cr  f’c+ m
Menetapkan jenis semen (Semen Tipe I, II, III, IV, atau V).
Menetapkan jenis agregat yang akan digunakan, baik untuk agregat halus maupun agregat kasar, harus jelas menggunakan agregat alami ataukah batu pecah/buatan.
Menetapkan nilai faktor air semen fas (Tabel 4).

Tabel 4. Perkiraan kuat tekan beton (MPa) dengan fas 0,50

Jenis Semen
Jenis Agregat Kasar
Kekuatan Tekan
(Mpa) pada umur (hari)
Bentuk benda uji
3
7
28
91
Semen Portland Tipe I atau tahan sulfat tipe II,V
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
17
19
23
27
33
37
40
45
Silinder
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
20
23
28
32
40
45
48
54
Kubus
Semen Portland Tipe III
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
21
25
28
33
38
44
44
48
Silinder
Batu tak dipecah (alami)
Batu pecah
25
30
31
40
46
53
53
60
Kubus


Gambar 1. Hubungan faktor air-semen dan kuat tekan rata-rata untuk benda uji silinder(diameter 150 mm, tinggi 300 mm)

      




Gambar 2 Hubungan antara kuat tekan dan faktor air semen untuk                                          benda uji kubus(150x150x150 mm)

Tentukan FAS, jika menggunakan Gambar  1 atau Gambar 2 ikuti langkah-langkah berikut:
1)      Tentukan nilai kuat tekan pada umur 28 hari berdasarkan jenis semen, agregat  kasar dan bentuk benda uji,  maka akan didapatkan kuat tekan dengan FAS 0,5 (Tabel 4).
2)      Lihat Gambar 1 untuk benda uji silinder dan Gambar 2 untuk kubus
3)      Berdasarkan kuat tekan dengan FAS 0,5  tarik garis mendatar, kemudian tarik garis vertikal pada FAS 0,5 sampai memotong tegak lurus garis mendatar, sehingga didapat suatu titik. Gambarkan kurva baru.
4)      Berdasarkan kuat tekan yang ditargetkan tarik garis mendatar sampai memotong kurva baru, kemudian tarik garis ke bawah hingga didapat nilai FAS.
h.  Menetapkan nilai faktor air semen maksimum. Agar beton yang diperoleh awet dan mampu bertahan terhadap pengaruh lingkungan sekitarnya, perlu ditetapkan nilai fas maksimum menurut Tabel 5 dan Tabel 6 dan Tabel 7 untuk keadaan khusus. Apabila nilai fas maksimum ini lebih rendah daripada nilai fas yang diperoleh dari langkah g, maka nilai fas maksimum ini yang digunakan untuk langkah selanjutnya. Dengan kata lain, nilai fas yang terkecil dari langkah g dan h, yang akan digunakan untuk tahap selanjutnya.

Tabel 5. Persyaratan nilai fas maksimum untuk berbagai pembetonan di lingkungan khusus
Jenis pembetonan
fas maksimum
Semen minimum
(kg/m3)
Beton di dalam ruang
bangunan:
1.      Keadaan sekeliling non­korosif
2.      Keadaan sekeliling korosifakibat
     kondensasi atau uap korosi


0,60 0,52


275 325
Beton di luar ruang bangunan:
1.     Tidak terlindung dari
hujan dan terik matahari langsung
2.      Terlindung dari hujan danterik matahari langsung


0,55

0,60


325

275
Beton di luar ruang bangunan:
1.  Mengalami keadaan basah dan   
     kering berganti-ganti
2.  Mendapat pengaruh sulfat dan alkali dari
     tanah


0,55

325
Lihat Tabel 7
 Beton yang selalu berhubungan dengan   air tawar/payau/laut
Lihat Tabel 6










Tabel 6. Ketentuan untuk beton yang berhubungan dengan air tanah yang mengandung sulfat

Kadar gangguan sulfat
Konsentrasi Sulfat sebagai
SO3
Tipe
Semen
Kandungan
semen minimum
berdasarkan
ukuran agregat
maksimum
(kg/m3)
Nilai
fas
Maks.
Dalam Tanah
Sulfat
(SO3)
dalam
air
tanah
g/l
Total
SO3 (%)
SO3 dalam
campuran
Air:Tanah
= 2:1 g/l
40mm
20mm
10mm
1
Kurang dari 0,2
Kurang dari
1,0
Kurang dari 0,3
Tipe I
dengan
atau tanpa
pozzolan
(15-40%)
80
300
350
0,50
2
0,2-0,5
1,0-1,9
0,3-1,2
Tipe I
290
330
350
0,50
Tipe I
pozzolan
(15-40%)
atau PPC
270
310
360
0,55
Tipe II atau
Tipe IV
250
290
340
0,55
3
0,5-1,0
1,9-3,1
1,2-2,5
Tipe I
pozzolan
(15-40%)
atau PPC
340
380
430
0,45
Tipe II atau
Tipe V
290
330
380
0,50
4
1,0-2,0
3,1-5,6
2,5-5,0
Tipe II atau
Tipe V
330
370
420
0,45
   5
Lebih
dari 2,0
Lebih dari
5,6
Lebih
dari 5,0
Tipe II atau
Tipe V
dengan
lapisan
pelindung
330
370
420
0,45


Tabel 7. Ketentuan minimum untuk beton bertulang dalam air
Jenis beton
Kondisi
lingkungan
berhubungan
dengan
Faktor air
semen
maksimum
Tipe semen
Kandungan semen
minimum (kg/m3)
Agregat maks.
40 mm
20 mm
BertulangatauPrategang
Air tawar
0,50
Semua Tipe I-V
280
300
Air payau
0,45
Tipe I +Pozolan (15-40%) atauPPC
340
380
Air laut
0,50
Tipe II atau V
290
330
0,45
Tipe II atau V
330
370

  Menetapkan nilai slump dengan memperhatikan jenis strukturnya agar proses pembuatan, pengangkutan, penuangan, pemadatan mudah di laksanakan.

Tabel 8. Penetapan nilai slump
Pemakaian beton
Maksimum (cm)
Minimum (cm)
 Dinding, Pelat Pondasi dan Pondasi  
 Telapak Bertulang
12,5
5,0
 Pondasi Telapak Tidak Bertulang,  
 Kaison, dan Struktur di BawahTanah
9,0
2 ,5
 Pelat, Balok, Kolom, dan Dinding
15 ,0
7 ,5
Perkerasan Jalan
7,5
5,0
Pembetonan Masal
7,5
2,5

j.    Menentukan ukuran agregat maksimum. Berkaitan dengan pekerjaan konstruksi
beton bertulang, ukuran maksimum nominal agregat kasar harus tidak melebihi:
1)     1/5 jarak terkecil antara sisi-sisi cetakan
2)     1/3 ketebalan pelat lantai
3)  3/4 jarak bersih minimum antara tulangan-tulangan atau kawat-kawat, bundel tulangan, atau tendon-tendon pratekan atau selongsong.

k.   Menentukan jumlah air yang dibutuhkan untuk setiap m3 adukan beton berdasarkan
      ukuran agregat maksimum, jenis agregat, dan nilai slump yang diinginkan.
Tabel 9. Perkiraan kebutuhan air untuk setiap meter kubik beton (liter)

Ukuran agregat maksimum (mm)
Jenis Agregat
Slump (mm)
0-10
10-30
30-60
60-180
10
Alami
Batu pecah
150 180
180 205
205 230
225 250
20
Alami
Batu pecah
135 170
160 190
180 210
195 225
40
Alami
Batu pecah
115 155
140 175
160 190
175 205

Apabila digunakan jenis agregat halus dan agregat kasar yang berbeda (alami dan batu pecah), maka perkiraan kebutuhan jumlah air per-m3 beton harus disesuaikan menggunakan persamaan berikut:

= 0 ,67.Ah + 0,33.Ak

dimana:     A       Perkiraan kebutuhan air per-m3 beton
Ah     Kebutuhan air berdasar jenis agregat halus
Ak        Kebutuhan air berdasar jenis agregat kasar
l.        Menghitung berat semen yang diperlukan untuk setiap m3 beton, dengan membagi kebutuhan jumlah air (hasil dari langkah k) dengan faktor air-semen (hasil langkah g dan h).
m.    Menentukan kebutuhan semen minimum berdasarkan Tabel 5, 6, dan 7, agar diperoleh beton yang awet dan tahan terhadap zat agresif yang terdapat di lingkungan sekitarnya.
n.      Menyesuaikan kebutuhan semen yang diperoleh dari langkah m. Apabila hasil perhitungan pada langkah l lebih sedikit daripada kebutuhan semen minimum di langkah m, maka harus digunakan hasil dari langkah m. Dengan kata lain, digunakan jumlah semen terbesar dari langkah l dan m.
o.      Apabila terjadi perubahan akibat langkah n, maka jumlah air atau faktor air semen juga
harus disesuaikan dengan cara:
1)      faktor air semen dihitung kembali dengan cara membagi jumlah air dengan jumlah semen minimum.
2)      jumlah air disesuaikan dengan mengalikan jumlah semen minimum dengan nilai faktor air semen.
Perlu dicatat bahwa cara pertama akan menurunkan nilai faktor air semen, sedangkan cara kedua akan menambah jumlah air yang dibutuhkan.
p.   Menentukan daerah gradasi agregat halus berdasarkan Tabel 10 berikut:
Tabel 10. Batas gradasi agregat halus menurut SNI 03-2834-1 993


Ukuran  Saringan
Persentase Berat yang Lobos Saringan
Gradasi Zona I
Gradasi Zona II
Gradasi Zona III
Gradasi Zona IV
9,60 mm
100
100
100
100
4,80 mm
90-100
90-100
90-100
95-100
2,40 mm
60-95
75-100
85-100
95-100
1,20 mm
30-70
55-90
75-100
90-100
0,60 mm
15-34
35-59
60-79
80-100
0,30 mm
5-20
8-30
12-40
15-50
0,15 mm
0-10
0-10
0-10
0-15
























Text Box: Lubang Ayakan (mm)


Text Box:  Text Box: 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10Text Box: 0Text Box: 0,15 0,30 0,60 1,20 2,40 4,80 10,00Text Box: Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IVGambar 3. Batas-batas daerah gradasi agregat halus

q.  Menentukan perbandingan antara agregat halus dengan agregat campuranberdasarkan   ukuran butir maksimum agregat kasar, nilai slump, faktor air semen dan daerah gradasi agregat halus dengan menggunakan Gambar 4.a, 4.b, dan 4.c.
Gambar 4.a. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan
dengan ukuran butir maksimum 40 mm

Gambar 4.b. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan
dengan ukuran butir maksimum 20 mm
Gambar 4.c. Grafik persentase agregat halus terhadap agregat keseluruhan
dengan ukuran butir maksimum 10 mm
r.  Menghitung berat jenis agregat campuran dengan persamaan berikut:

di mana:
BJcamp = Berat jenis agregat campuran
BJh        = Berat jenis agregat halus
BJk        = Berat jenis agregat kasar
      P             = Persentase agregat halus terhadap agregat campuran
K            = Persentase agregat kasar terhadap agregat campuran
s. Menentukan  berat jenis beton berdasarkan hasil hitungan berat jenis agregat campuran   pada langkah r dan kebutuhan air per-m3 beton dengan Gambar 5.
1)      Berdasarkan berat jenis agregat campuran pada langkah r, dibuat garis kurva hubungan kandungan air dan berat beton yang baru dengan dasar garis kurva pada Gambar 5 yang terdekat.
2)      Kebutuhan air yang diperoleh dari langkah k dimasukkan ke dalam Gambar 5 dan ditarik garis vertikal hingga memotong garis kurva yang dibuat pada langkah                di atas (1).
3) Berat jenis beton diperoleh dengan menarik garis horisontal dari titik potong yang diperoleh pada langkah di atas (2) sampai memotong sumbu vertikal (berat beton per m3).











Gambar 5. Grafik hubungan kandungan air, berat jenis campuran dan berat beton
t.   Menentukan kebutuhan agregat campuran dengan cara mengurangi berat per-m3beton    dengan jumlah kenutuhan air dan semen.
u.      Menghitung berat agregat halus yang dibutuhkan dengan cara mengalikan persentase agregat halus terhadap agregat campuran (langkah p) dengan berat agregat campuran yang diperoleh dari langkah t.
v.      Menentukan berat agregat kasar, yang dibutuhkan untuk setiap m3 beton, dengan cara menghitung berat agregat campuran yang dibutuhkan (hasil langkah t) dikurangi berat agregat halus yang dibutuhkan (hasil langkah u).

Harus diingat dan dicatat bahwa hasil perhitungan dari langkah-langkah rancang campur adukan beton di atas didasarkan pada asumsi bahwa agregat halus dan agregat kasar dalam kondisi jenuh kering muka (saturated surface dry/SSD), tidak terjadi penyerapan air ke dalam agregat dan juga tidak terjadi pelepasan air dari agregat ke dalam campuran beton. Kondisi agregat di lapangan pada umumnya tidak dalam keadaan jenuh kering muka, sehingga harus dilakukan perhitungan sebagai koreksi atas kebutuhan bahan-bahan penyusun beton yang diperoleh dari langkah-langkah di atas. Koreksi harus selalu dilakukan minimal satu kali dalam satu hari dengan persamaan­persamaan berikut:


Air                      C

Agregat halus    
Agregat kasar    
di mana:
            A      = jumlah kebutuhan air (lt/m3)
            B      = jumlah kebutuhan agregat halus (kg/m3)
            C      = jumlah kebutuhan agregat kasar (kg/m3)
Ah    = kadar air sesungguhnya dalam agregat halus (%)
Ak    = kadar air sesungguhnya dalam agregat kasar (%)
A1    = kadar air dalam agregat halus kondisi jenuh kering muka (%)
A2    = kadar air dalam agregat kasar kondisi jenuh kering muka (%)



PERENCANAAN CAMPURAN BETON





No
Uraian
Tabel/Grafik/Perhitungan
Nilai
Keterangan
1
Kuat tekan rencana ( fc')


Mpa
2
Deviasi standar (s)
Tabel 2 atau Tabel 1

Mpa
3
Nilai tambah     m = 1,64 x s


Mpa
4
Kuat tekan rata-rata target  f'cr= fc' + m


Mpa
5
Jenis semen



6
Jenis Agregat: halus




                        kasar



7
Faktor air semen
Tabel 4/Gambar 1 atau 2

Ambil nilai
8
Faktor air semen maksimum
Tabel 5/6/7

terkecil
9
Slump
Tabel 8

mm
10
Ukuran agregat maksimum
analisa saringan

mm
11
Kadar air bebas
Tabel 9

kg/m3
12
Jumlah semen
(11)/(8) atau (11)/(7)

kg/m3
13
Jumlah semen maksimum


diabaikan jika




tdk ditetapkan
14
Jumlah semen minimum
Tabel 5,6 dan 7

pakai bila > (12),




lalu hitung (15)
15
Faktor air semen yang disesuaikan



16
Susunan besar butir agregat halus
Gambar 3

zone gradasi
17
Persen agregat halus
Gambaf 4a/4b/4c


18
Berat jenis relatif agregat (SSD)



19
Berat jenis beton
Gambar 5

kg/m3
20
Kadar agregat gabungan
(19)-(12)-(11)

kg/m3
21
Kadar agregat halus
(17)x(20)

kg/m4
22
Kadar agregat kasar
(20)-(21)

kg/m5





Proporsi campuran per meter kubik beton segar secara teoritis
1
Semen

kg
Langkah 15
2
Air

liter
Langkah 11
3
Agregat Halus

kg
Langkah 21
4
Agregat kasar

kg
Langkah 22